Senin, 24 Juni 2013

Penggadaian Syari'ah

  • Pegadaian menurut Susilo (1999) adalah suatu hak yang diperoleh oleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan pada orang lain yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.

  • Gadai menurut Undang – undang Hukum Perdata (Burgenlijk Wetbiek) Buku II Bab XX pasal 1150, adalah : suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang – orang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk mennyelamatkannya setelah barang tersebut digadaikan, biaya – biaya mana harus didahulukan.

  • Sedangkan pengertian Perusahaan Umum Pegadaian adalah suau badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai ijin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana masyarakat atas dasar hukum gadai.
    Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang orang yang berpiutang atas suatu barang yang bergerak yang diserahkan oleh orang yang berpiutang sebagai jaminan utangnya dan barang tersebut dapat dijual oleh yang berpiutang bila yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannyapada saat jatuh tempo. Sedangkan BUMN hanya berfungsi memberikan pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai.
  • Pegadaian syari’ah adalah pegadaian yang dalam menjalankan operasionalnya berpegang kepada prinsip syari’ah. Payung gadai syari’ah dalm hal pemenuhan prinsip-prinsip syari’ah berpegang pada fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan. Sedangkan dalam aspek kelembagaan tetap menginduk kepada Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990 tanggal 10 April 1990

Landasan
Hukum
Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah :
Qur’an Surat Al Baqarah : 283
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181)
Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Ketentuan Umum :
1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun ( barang ) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan marhun
A. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
B. Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi.
C. Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
D. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.
b. Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya .



DASAR HUKUM
a.       Pasal 1150 sampai dengan pasal 1160 buku II KUHPerdata,
b.      Peraturan Pemerintah nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum Pegadaian.
c.       Fatwa DSN No 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn

Persamaan dan perbedaan pegadaian syariah dan pegadaian konvensional.
a) Persamaan
1.      Hak gadai atas pinjaman uang
2.      Adanya agunan sebagai jaminan utang
3.      Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan
4.      Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para pemberi gadai
5.      Apabila batas waktu pinjaman uang habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.

b) Perbedaan
1. Pegadaian Konvensional
a.       Gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal.
b.      Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak.
c.        Adanya istilah bunga (memungut biaya dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda).
d.      Dalam hukum perdata gadai dilaksanakan melalui suatu lembaga yang ada di Indonesia disebut Perum Pegadaian.
e.        Menarik bunga 10% - 14% untuk jangka waktu 4 bulan, plus asuransi sebesar 0,5% dari jumlah pinjaman. Jangka waktu 4 bulan itu bisa terus diperpanjang, selama nasabah mampu membayar bunga .
• Biaya adm berupa persentase yang didasarkan pada golongan barang
• 1 hari dihitung 15hari
• Sewa modal berdasarkan uang pinjaman
• Bila pinjaman tidak dilunasi,barang jaminan akan dilelang kepada masyarakat
• Uang pinjaman untuk golongan A 92%,sedangkan golongan B C D 88-86%
• Penggolongan nasabah P-N-I-D-L
• Maksimal jangka aktu 4 bulan
• Sewa modal dihitung dengan persentase x uang pinjaman
• Kelebihan hasil lelang tidak di ambil oleh nasbah tapi menjadi milik pegadaian

2. Pegadaian Syariah
a.       Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan.
b.      Rahn berlaku pada seluruh benda baik harus yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
c.       Dalam rahn tidak ada istilah bunga (biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan dan penaksiran). Yang ada biaya sewa tempat dan biaya administrasi.
d.      Rahn menurut hukum Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga
 Hanya memungut biaya (termasuk asuransi barang) sebesar 4% untuk jangka waktu 2 bulan. Bila lewat 2 bulan nasabah tak mampu menebus barangnya, masa gadai bisa diperpanjang dua periode. Jadi Total waktu maksimalnya 6 bulan. ”Tidak ada tambahan pungutan biaya untuk perpanjangan waktu.

• Biaya administrasi berdasarkan barang
• Satu hari dihitung 5 hari
• Jasa simpanan berdasarkan simpanan
• Bila pinjaman tidak dilunasi,barang jaminan akan dilelang kepada masyarakat
• Uang pinjaman 90% dari taksiran
• Penggolongan nasabah D-K-M-I-L
• Jasa simpanan dihitung dengan konstanta x taksiran
• Maksimal jangka waktu 3 bulan
• Kelebihan uang hasil pelelangan dapat di ambil oleh nasabah atau disalurkan ke BMT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar